TRISTA

TRISTA

Kamis, 26 Juni 2014

Makalah anemia pada ibu hamil

Makalah anemia pada ibu hamil

KATA PENGANTAR
                                                                   

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Asuhan Kebidanan IV (Patologi). Adapun makalah ini mengenai Anemia pada kehamilan, Hiperemesis Gravidarum, Abortus, Molahidatidosa dan Kehamilan Ektopik Terganggu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan pengetahuan dari penyusun, maka kami dengan senang hati menerima kritikan serta saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat dimanfaatkan bagi generasi mendatang, khususnya mahasiswi D-III Akademi Kebidanan STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR.

Akhirkata melalui kesempatan ini kami, penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.




Makassar,  31 Mei 2014         


                                                                                                            Penyusun        



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Anemia pada ibu hamil disebabkan tubuh memproduksi banyak darah untuk menopang pertumbuhan bayi jika tidak mendapatkan zat besi yang cukup maka atau gizi yang lain tertentu tubuh tidak akan mampu menghasilkan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan untuk membuat tambahan sel darah merah.
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primigravida dan 40 – 60% multigravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. (Prawirohardjo, 2002).
Abortus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang tidak mampu hidup di dunia luar dengan masa gestasi < 20 minggu dengan berat <500 gram.
Molahidatidosa atau hamil anggur adalah suatu bentuk tumor jinak yang dari sel -  sel trofoblas  ( yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari - ari janin). Hasil pembuahan yang gagal tersebut lalu membentuk gelembung - gelembung menyerupai buah anggur.
Kehamilan Ektopik Terganggu adalah proses kehamilan dimana ovum atau sel telur berimplantasi di luar rahim yaitu di tuba fallopi.
BAB II
KOMPLIKASI PADA TRIMESTER I DAN II

A.   ANEMIA PADA IBU HAMIL
Pada saat sedang hamil, seorang calon ibu sering mengalami anemia. Ketika ia mengalami anemia, darah sang ibu tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan.
Selama kehamilan, tubuh memproduksi lebih banyak darah untuk menopang pertumbuhan bayi. Jika tidak mendapatkan cukup zat besi atau zat gizi lain tertentu, tubuh mungkin tidak mampu menghasilkan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan untuk membuat tambahan darah.
Adalah normal bagi ibu hamil menderita anemia ringan dalam kehamilannya. Tapi beberapa orang mungkin mengalami anemia yang lebih serius akibat dari rendahnya kadar zat besi atau vitamin atau dari alasan lainnya.
Anemia dapat membuat sang ibu merasa lelah dan lemah. Jika anemia terjadi secara signifikan dan tidak diobati, ia dapat meningkatkan risiko komplikasi serius, seperti kelahiran prematur.
Berikut akan dipaparkan mengenai apa yang perlu kita ketahui tentang penyebab, gejala, dan pengobatan anemia selama kehamilan:
1.      Jenis Anemia Selama Kehamilan
Beberapa jenis anemia dapat terjadi selama kehamilan, diantaranya adalah:
a.      Anemia defisiensi zat besi
Anemia jenis ini terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk menghasilkan hemoglobin dalam jumlah yang cukup. Hemoglobin merupakan salahsatu protein dalam sel darah merah, dan ia membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Dalam anemia defisiensi zat besi, darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk seluruh jaringan tubuh.
Kekurangan zat besi adalah penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan.
b.      Anemia defisiensi folat
Folat biasa juga disebut asam folat, termasuk dalam kelompok vitamin B. Tubuh membutuhkan folat untuk menghasilkan sel-sel baru, termasuk sel darah merah yang sehat.
Selama kehamilan, wanita membutuhkan folat tambahan. Tapi kadang-kadang mereka tidak mendapatkan cukup dari makanannya. Ketika itu terjadi, tubuh tidak dapat membuat sel-sel darah merah yang normal yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Kekurangan folat bisa langsung berkontribusi terhadap beberapa jenis cacat lahir.
c.       Anemia defisiensi vitamin B12.
Tubuh membutuhkan vitamin B12 untuk membentuk sel darah merah yang sehat. Ketika seorang wanita hamil tidak mendapatkan cukup vitamin B12 dari makanan, tubuhnya tidak dapat memproduksi cukup sel darah merah yang sehat. Wanita yang tidak mengonsumsi daging, unggas, produk susu, dan telur memiliki resiko lebih besar terkena kekurangan vitamin B12, yang dapat berkontribusi untuk cacat lahir.
Kehilangan darah selama dan setelah melahirkan juga dapat menyebabkan anemia.

2.      Faktor Resiko Anemia pada Kehamilan
Semua wanita hamil beresiko untuk menderita anemia karena mereka memerlukan lebih banyak asam folat dan zat besi dari biasanya. Tapi resiko akan lebih tinggi dalam situasi berikut:
a.       Hamil dengan lebih dari satu anak (kembar)
b.      Dua kehamilan berdekatan
c.       Muntah banyak karena morning sickness
d.      Kehamilan remaja
e.       Tidak makan cukup makanan yang kaya zat besi
f.       Mengalami masa berat sebelum hamil (fisik dan psikis)

3.      Gejala Anemia Selama Kehamilan
Gejala yang paling umum dari anemia selama kehamilan adalah:
a.       Kulit, bibir dan kuku pucat
b.      Merasa lelah atau lemah
c.       Pusing
d.      Sesak napas
e.       Detak jantung yang cepat
f.       Sulit berkonsentrasi
Pada tahap awal, anemia mungkin tidak memiliki gejala yang jelas. Dan banyak diantara gejala yang dirasakan sering terjadi di masa kehamilan. Jadi, pastikan ibu hamil untuk mendapatkan tes darah rutin ketika melakukan pemeriksaan kehamilan, agar anemia dapat terdeteksi sedini mungkin.

4.      Resiko Anemia pada Kehamilan
Anemia kekurangan zat besi yang parah atau tidak diobati selama kehamilan dapat meningkatkan resiko:
a.       Bayi prematur atau berat lahir rendah
b.      Transfusi darah (jika kehilangan sejumlah besar darah selama persalinan)
c.       Depresi pasca melahirkan
Defisiensi folat yang tidak diobati dapat meningkatkan risiko:
a.       Bayi prematur atau berat lahir rendah
b.      Bayi dengan cacat lahir yang serius pada tulang belakang atau otak (neural tube defects)
Yang tidak diobati kekurangan vitamin B12 juga dapat meningkatkan resiko  melahirkan bayi dengan cacat tabung saraf (neural tube defects).

5.      Pemeriksaan untuk Anemia
Selama pemeriksaan kehamilan yang pertama, sang ibu akan mendapatkan pemeriksaan darah yang dapat membantu dokter atau bidan memeriksa apakah ia mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan darah biasanya meliputi:
a.       Pemeriksaan Hemoglobin.
Pemeriksaan ini bertujuan mengukur jumlah hemoglobin - protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang membawa oksigen dari paru ke jaringan tubuh.
b.      Pemeriksaan Hematokrit
Pemeriksaan ini mengukur persentase sel darah merah dalam sampel darah.
Jika ibu hamil memiliki kadar hemoglobin atau hematokrit lebih rendah dari tingkat normal, ia mungkin mengalami anemia kekurangan zat besi. Dokter juga mungkin akan memeriksa tes darah lainnya untuk menentukan apakah ia mengalami anemia karena kekurangan zat besi atau penyebab lain.
Bahkan jika
seorang ibu hamil tidak menderita anemia pada awal kehamilan, dokter atau bidan kemungkinan besar akan tetap merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah pada trimester kedua atau ketiga untuk mendeteksi anemia di tahap kehamilan selanjutnya.

6.      Pencegahan Anemia pada Kehamilan
Untuk mencegah anemia selama kehamilan, pastikan wanita hamil mendapatkan cukup zat besi. Makan makanan yang seimbang dan tambahkan lebih banyak makanan yang tinggi zat besi ke dalam makanan.
Targetkan setidaknya tiga porsi sehari makanan kaya zat besi, seperti:
a.       Daging merah, unggas, dan ikan
b.      Sayuran berdaun hijau gelap (seperti bayam, brokoli, dan kale)
c.       Sereal yang diperkaya zat besi dan biji-bijian
d.      Kacang-kacangan, lentil, dan tahu
e.       Kacang-kacangan dan biji-bijian
f.       Telur
Makanan yang tinggi vitamin C dapat membantu tubuh menyerap lebih banyak zat besi. Makanan tersebut termasuk:
a.       Buah dan jus jeruk
b.      Stroberi
c.       Kiwi
d.      Tomat
e.       Paprika
Cobalah makan makanan tersebut pada saat yang bersamaan ketika makan makanan kaya zat besi. Misalnya, sang ibu bisa minum segelas jus jeruk dan mengonsumsi sereal yang diperkaya zat besi untuk sarapan.
Selain itu, pilihlah makanan yang tinggi asam folat untuk membantu mencegah defisiensi folat. Makanan kaya asam folat termasuk:
a.       Sayuran berdaun hijau
b.      Buah dan jus jeruk
c.       Roti diperkaya dan sereal
d.      Kacang kering
Ikuti petunjuk dokter atau bidan untuk mengonsumsi vitamin prenatal mana yang mengandung jumlah yang cukup asam besi dan folat.
Vegetarian dan vegan harus berkonsultasi dengan dokter mereka tentang apakah mereka harus mengambil suplemen vitamin B12 ketika mereka sedang hamil dan menyusui.

7.      Pengobatan Anemia
Jika seorang ibu hamil mengalami anemia selama kehamilannya, ia mungkin perlu untuk mulai mengonsumsi suplemen zat besi dan/atau suplemen asam folat di samping vitamin prenatal lainnya. Dokter atau bidan mungkin juga akan menyarankan untuk menambahkan lebih banyak makanan yang tinggi asam folat dan zat besi dalam makanannya.
Selain itu, sang ibu akan diminta untuk kembali melakukan pemeriksaan darah setelah jangka waktu tertentu sehingga dokter atau bidan dapat memeriksa bahwa hemoglobin dan kadar hematokrit membaik.
Untuk mengobati kekurangan vitamin B12, dokter atau bidan mungkin menyarankan agar mengonsumsi suplemen vitamin B12.
Dokter mungkin juga menyarankan untuk menyertakan makanan hewani lebih dalam makanan, seperti:
a.       Daging
b.      Telur
c.       Produk susu
B.   HIPEREMESIS GRAVIDARUM

1.      Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I.
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida.
Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.1,2 Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor resiko untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.

2.      Etiologi Penyebab
Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui beberapa hal yang menjadi faktor resiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai berikut adalah mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut. Alergi sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti.
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah, mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer membypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan otot abdomen. Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek:
a.       bernafas dalam
b.      terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka
c.       tertutupnya glotis
d.      terangkatnya palatum mole untuk menutup nares posterior.
Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita. Di samping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat berhenti sendiri.
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor biologis, psikologi dan sosiokultural. Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis gravidarum diantaranya :
1.      Perubahan hormonal
Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat merangsang reseptor Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan terjadinya transient hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH. Pada beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid. Namun demikian teori ini masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain. Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita hamil. Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen dapat meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah. Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan sekresi vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua ini pada akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya saluran gastrointestinal lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral. Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid Oxidation (FAO) mitokondria telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan gangguan hati terkait dengan hiperemesis gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang menjadi hiperemesis gravidarum yang terkait dengan gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam plasenta dan generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau, mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan beban asam lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO heterozigot, juga dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak mengalami defek FAO. Perubahan kadar lemak Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol total, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan pada fungsi hepatik pada wanita hamil.

2.      Infeksi
Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti yang bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun, mual dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin disebabkan oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori

3.      Vestibular dan penciuman.
 Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu hamil melaporkan bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan antara hiperemesis gravidarum dengan motion sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis gravidarum.

4.      Perubahan psikologis.
Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.       Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah kelainan konversi atau somatisasi
b.      Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.
c.       Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu. Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri, termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau somatization, atau depresi berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar kehamilan. Tampaknya respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah selama kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita pada setiap negara dan nilai-nilai budaya. Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri. Gejala dan Tanda Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1.      Tingkat I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2.      Tingkat II. Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3.      Tingkat III. Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang
a.       Anamnesis.
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b.      Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c.       Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG) (pemeriksaan penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.

C.   ABORTUS

1.      Definisi
Keguguran diartikan sebagai keluarnya janin atau persalinan prematur sebelum mampu untuk hidup. Resiko keguguran memiliki persentase sebesar 15% - 40% dari ibu hamil, dan 60-75% keguguran terjadi sebelum usia kehamilan 3 bulan. Namun jumlah kejadian atau resiko keguguran akan menurun pada usia kehamilan di atas 3 bulan.

2.      Penyebab Terjadinya Keguguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keguguran adalah:
a.       Adanya kelainan pada janin yang disebabkan kelainan kromosom, yang terjadi saat berlangsungnya proses pembuahan. Akibatnya, embrio yang terbentuk cacat dan dikeluarkan tubuh.
b.      Adanya kelainan pada ibu, seperti kelainan pada sisterm hormonal (bisa hormon prolaktin yang terlalu tinggi atau progesteron yang terlalu rendah), sistem kekebalan tubuh, infeksi menahun, dan penyakit berat yang diderita si ibu hamil.
c.       Adanya kelainan pada rahim. Kelainan yang paling umum terjadi adalah adanya miom (tumor jaringan otot) yang dapat mengganggu pertumbuhan embrio. kelainan lain yaitu rahim terlalu lemah sehingga tidak mampu menahan berat janin yang sedang berkembang. Kehamilan dalam rahim yang terlalu lemah biasanya hanya mampu bertahan hingga akhir trimester pertama.
Penyebab lain adalah infeksi, seperti terkena virus TORCH, HIV, Hepatitis dll.
Keguguran juga dapat diakibatkan oleh gaya hidup. Wanita yang cenderung merokok, mengkonsumsi minuman keras, obesitas atau berat badan kurang dapat memiliki gangguan hormon yang berakibat gangguan kehamilan

3.      Tanda-tanda abortus
a.       Kram
Kram biasa umumnya normal dialami wanita hamil. Tapi meski begitu, tetap perlu berhati-hati jika kram disertai dengan napas berat. Atau  kram berat dan pendarahan, ibu harus pergi ke dokter segera.
b.      Perdarahan
Meskipun banyak wanita mengalami bercak selama kehamilan, namun perdarahan berat menunjukkan tanda-tanda keguguran. Situasi ini juga membutuhkan perhatian medis segera.
c.       Nyeri
Rasa sakit yang tajam di perut adalah tanda keguguran pada awal kehamilan. Rasa sakit bahkan bisa menyebar dan bisa dirasakan di daerah punggung bawah atau panggul.
d.      Gumpalan darah
Ketika bekuan darah melewati vagina pada masa awal kehamilan, itu adalah tanda keguguran.
e.       Gerakan janin
Janin biasanya mulai bergerak pada bulan keempat kehamilan. Jadi jika gerakannya telah berhenti, dan tidak ada pengembangan lebih lanjut, bisa jadi itu tanda keguguran.
     Sekitar 10-15 persen keguguran terjadi pada trimester kedua dan ini mungkin karena masalah anatomi rahim atau rahim melemah dan tidak bisa menahan kehamilan.Selain perubahan hormonal, infeksi atau masalah kesehatan dengan ibu, keguguran juga disebabkan oleh kebiasaan gaya hidup tidak sehat seperti ibu merokok, malnutrisi, penggunaan narkoba, usia ibu dan sebagainya.


4.     KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

1.      Defenisi KET
Kehamilan ektopik atau juga dikenal sebagai kehamilan di luar kandungan merupakan suatu kondisi kehamilan dimana sel telur yang sudah dibuahi tidak mampu menempel atau melekat pada rahim ibu, namun melekat ada tempat yang lain atau berbeda yaitu di tempat yang dikenal dengan nama tuba falopi atau saluran telur, di leher rahim, dalam rongga perut atau di indung telur. Atau dengan kata lain, kehamilan ektopik merupakan suatu kondisi dimana sel telur yang telah dibuahi mengalami implantasi pada tempat selain tempat seharusnya yaitu uterus. Jika sel telur yang telah dibuahi menempel pada saluran telur, hal ini akan menyebabkan bengkaknya atau pecahnya sel telur akibat pertumbuhan embrio.
Kehamilan ektopik menimpa sekitar 1% dari seluruh kehamilan dan hal ini merupakan suatu kondisi darurat dimana dibutuhkan pertolongan secepatnya. Karena jika dibiarkan kondisi ini sangat berbahaya dan mampu mengancam nyawa ibu, hal ini disebabkan oleh perdarahan dalam rongga abdomen, dan bukan terjadinya perdarahan keluar. Dalam kasus kehamilan ektopik, janin memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk dapat bertahan hidup. Namun di sejumlah kondisi kecil, contoh pada kehamilan abdominal, kehamilan dan janin bisa bertahan hingga masa persalinan dan jika persalinan dilakukan dengan cara caesar, maka ada harapan serta kemungkinan bayi untuk dapat bertahan hidup.
2.      Penyebab Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik biasanya disebabkan oleh berbagai hal, dan yang paling sering adalah disebabkan adanya infeksi pada saluran falopi (tuba falopi -  fallopian tube). Kehamilan ektopik besar kemungkinan terjadi pada kondisi :
a.       Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya (terdapat riwayat kehamilan ektopik)
b.      Ibu pernah mengalami operasi pembedahan pada daerah sekitar tuba falopi
c.       Ibu pernah mengalami Diethylstiboestrol (DES) selama masa kehamilan
d.      Kondisi tuba fallopi yang mengalami kelainan kongenital
e.       Memiliki riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS) seperti gonorrhea, klamidia dan PID (pelvic inflamamtory disease)

3.      Gejala Kehamilan Ektopik
Pada saat usia kehamilan mencapai usia 6-10 minggu, biasa ibu hamil yang mengalami kehamilan ektopik akan mengalami gejala:
a.      Ibu hamil mengalami rasa sakit pada daerah panggul salah satu sisinya dan biasanya terjadi dengan tiba-tiba
b.      Mengalami kondisi perdarahan vagina di luar jadwal menstruasi atau menstruasi yang tidak biasa
c.       Mengalami rasa nyeri yang sangat pada daerah perut bagian bawah
d.      Ibu hamil mengalami pingsan

4.      Gejala tahap lanjut pada kehamilan ektopik
a.       Rasa sakit perut yang muncul akan terjadi semakin sering
b.      Gejala lainnya adalah kulit ibu hamil terlihat lebih pucat
c.       Adanya tekanan darah rendah (hipotensi)
d.      Terjadinya denyut nadi yang meningkat

5.      Diagnosa
Kehamilan ektopik biasanya sangat sulit di diagnosa oleh dokter karena gejala dan tanda kehamilan ektopik juga biasanya terjadi pada kehamilan normal. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendeteksi terjadinya kehamilan ektopik, yaitu dengan cara:
a.       Menggunakan USG (ultrasonography). Melalui USG dokter dapat mendeteksi kehamilan ektopik karena tuba falopi terdeteksi mengalami kerusakan dan terjadinya perdarahan atau terdeteksi di luar uterus terdapat embrio
b.      Melalui pengukuran terhadap kadar HCG (Human Chrionic Gonadotopin atau hormon kehamilan). Ibu hamil yang mengalami ektopik biasanya kadar HCG-nya tidak mengalami peningkatan.
c.       Dilakukannya pembedahan dengan sayatan kecil di bagian bawah perut (laparoskopi)

6.      Pengobatan
Dokter akan selalu membatalkan kondisi kehamilan ektopik dengan cara pemberian obat-obatan untuk menahan perkembangan embrio. Efek jangka panjang akan dapat terhindarkan jika kehamilan ektopik dapat terdekteksi sejak dini. Hal ini dapat ditangani dengan pemberian obat suntik agar dapat diserap oleh tubuh ibu hamil, dapat menyebabkan kondisi tuba falopi masih dalam keadaan utuh. Jika kondisi serius seperti jika tuba falopi telah mengembang, maka dokter akan melakukan operasi.


5.     MOLAHIDATIDOSA
Pada kasus Hamil Anggur atau secara medis disebut Molahidatidosa  proses kehamilan mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal. Dimana hasil pembuahan sel sperma dan sel telur  gagal terbentuk  dan berubah menjadi gelembung - gelembung yang berbentuk  bergerombol menyerupai buah anggur.
Seiring kemajuan tekhnologi untuk pemeriksaan kehamilan melalui alat - alat modern seperti USG kandungan, pada masa sekarang ini terutama di kota besar kejadian Hamil anggur mulai jarang ditemukan. Dengan alat USG dokter dapat segera mengetahui adanya  gangguan pertumbuhan janin. Sebagai contoh pada kehamilan dengan Bligted Ovum ( Kantung kehamilan yang kosong tak berisi janin ). Meskipun demikian masih juga kita temukan beberapa kasus hamil anggur, seringkali kiriman dari daerah akibat keterlambatan diagnosa dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai tanda dan gejala hamil anggur tersebut.
1.      Definisi
Hamil anggur atau Mola hidatidosa adalah suatu bentuk tumor jinak dari sel -  sel trofoblas  ( yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari - ari janin ) Hasil pembuahan yang gagal tersebut lalu membentuk gelembung - gelembung menyerupai buah anggur. Pertumbuhan gelembung  semakin hari semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat. Hal ini yang membuat perut seorang ibu hamil dengan Molahidatidosa tampak cepat besar .
Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa ada janin dan tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis di sebut ” Snow storm”. Hamil anggur atau Molahidatidosa hanya dapat dialami oleh wanita yang pernah melakukan hubungan suami istri. Jadi tidak benar bahwa hamil anggur bisa terjadi begitu saja tanpa ada pertemuan sel sperma dan sel telur melalui hubungan seksual.
2.      Penyebab
Hingga sekarang faktor penyebab langsung kejadian hamil anggur ini masih belum diketahui secara pasti. Seringkali ditemukan pada masyarakat dengan kondisi sosial ekononi yang rendah , kurang gizi, ibu yang sering hamil dan gangguan peredaran darah dalam rahim.
3.      Tanda atau Gejala
Pada umumnya tanda kehamilan test urine positif  hamil. Ibu mengeluh ada bercak perdarahan berulang - ulang bahkan bisa menagkibatkan penurunan  kadar sel darah merah ibu ( anemia ), tanda dan gejala yang molahidatidosa ini adalah:
a.       Ibu hamil dengan  Molahidatidosa juga mengeluh mual muntah yang berlebihan bahkan hingga pada kondisi keracunan kehamilan ( toksemia gravidarum ). Mual dan muntah ini akibat tingginya kadar hormon HCG ( Hormon Chorionik Gonadotropin) dalam tubuh ibu.
b.      Perut ibu semakin membesar tetapi ibu tidak merasakan gerakan - gerakan janin dalam kandungannya.
c.       Besarnya perut ibu hamil melebihi besar perut ukuran usia hamil yang seharusnya.
d.      Pada keadaan lanjut gelembung hamil anggur ikut keluar bersamaan dengan keluarnya darah dari  dalam rahim
Namun demikian memperhatikan gejala gejala diatas tidaklah cukup. Karena pada keadaan kehamilan  dengan kondisi  kehamilan kembar, Keguguran , dan adanya penyakit keganasan pada ari ari  juga menunjukkan salah satu atau sebagian dari tanda tersebut diatas. Bila ibu hamil menemukan atau mengalami salah satu tanda tersebut diatas jangan langsung cemas. Periksakan dulu pada dokter dan bidan. Belum tentu hamil anggur.
4.      Pengobatan Molahidatidosa
Dari berbagai literatur disebutkan bila pemantauan sulit dari jangkauan tenaga kesehatan beberapa ibu hamil dengan kasus kehamilan Molahidatidosa ini ada  yang mendapat terapi pengobatan  juga dengan pil setelah kuretase. Namun demikian pada ibu hamil dengan keadaan Molahidatidosa harus berupaya teratur kontrol agar tidak berkembang menjadi  penyakit kanker atau sel sel  jinak berubah ganas. Beberapa efek samping yang dapat timbul pada pemberian obat minum  Metotreksat profilaksis adalah  sariawan, mual, muntah, diare , kulit kemerahan juga kerontokan rambut, kadar Hb menurun dsb. Oleh karena itu paling  penting kontrol  secara teratur.
Tindakan kuretase menjadi pilihan untuk membersihkan rahim dari gelembung - gelembung hamil anggur. Kuretase dilakukan dapat berulang  beberapa kali tergantung kondisi kehamilan  Molahidatidosa. Dokter akan memeriksa kadar hormon HCG dalam tubuh ibu dan memastikan bahwa sudah sungguh - sungguh bersih. Pada keadaan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan ibu dapat pula dilakukan tindakan pengangkatan rahim, namun keputusan ini  juga mempertimbangkan faktor umur ibu dan jumlah anak yang sudah dimiliki. Tindakan terakhir ini sangat jarang dilakukan.







BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pada saat sedang hamil, seorang calon ibu sering mengalami anemia. Ketika ia mengalami anemia, darah sang ibu tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan.Anemia dapat membuat sang ibu merasa lelah dan lemah. Jika anemia terjadi secara signifikan dan tidak diobati, ia dapat meningkatkan risiko komplikasi serius, seperti kelahiran prematur.
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida.
Resiko keguguran memiliki persentase sebesar 15% - 40% dari ibu hamil, dan 60 75% keguguran terjadi sebelum usia kehamilan 3 bulan. Namun jumlah kejadian atau resiko keguguran akan menurun pada usia kehamilan di atas 3 bulan.
Kehamilan ektopik menimpa sekitar 1% dari seluruh kehamilan dan hal ini merupakan suatu kondisi darurat dimana dibutuhkan pertolongan secepatnya. Karena jika dibiarkan kondisi ini sangat berbahaya dan mampu mengancam nyawa ibu, hal ini disebabkan oleh perdarahan dalam rongga abdomen, dan bukan terjadinya perdarahan keluar.
Pada kasus Hamil Anggur atau secara medis disebut Molahidatidosa  proses kehamilan mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal. Dimana hasil pembuahan sel sperma dan sel telur  gagal terbentuk  dan berubah menjadi gelembung - gelembung yang berbentuk  bergerombol menyerupai buah anggur.

B.     SARAN

Penyusun berharap sebagai tenaga kesehatan lebih memahami tentang masalah yang terdapat selama kehamilan trimester I dan II serta dapat menangani kasus tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar