Makalah anemia pada ibu hamil
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Asuhan Kebidanan IV (Patologi). Adapun makalah ini mengenai Anemia
pada kehamilan, Hiperemesis Gravidarum, Abortus, Molahidatidosa dan Kehamilan
Ektopik Terganggu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor keterbatasan
pengetahuan dari penyusun, maka kami dengan senang hati menerima kritikan serta
saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Dan harapan kami sebagai penyusun
adalah semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat dimanfaatkan bagi
generasi mendatang, khususnya mahasiswi D-III Akademi Kebidanan STIKES NANI
HASANUDDIN MAKASSAR.
Akhirkata melalui kesempatan ini
kami, penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.
Makassar, 31 Mei 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia pada
ibu hamil disebabkan tubuh memproduksi banyak darah untuk menopang pertumbuhan
bayi jika tidak mendapatkan zat besi yang cukup maka atau gizi yang lain
tertentu tubuh tidak akan mampu menghasilkan jumlah sel darah merah yang
dibutuhkan untuk membuat tambahan sel darah merah.
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah
gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya
terjadi pada pagi hari tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari.
Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi
pada 60 – 80% primigravida dan 40 – 60% multigravida. Satu diantara seribu
kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih berat. Perasaan mual ini disebabkan
oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Human Chorionic
Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum
jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang
berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun
demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan.
Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk.
Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan
perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. (Prawirohardjo, 2002).
Abortus adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang
tidak mampu hidup di dunia luar dengan masa gestasi < 20 minggu dengan berat
<500 gram.
Molahidatidosa atau hamil anggur adalah suatu bentuk
tumor jinak yang dari sel - sel trofoblas ( yaitu bagian dari tepi
sel telur yang kelak terbentuk menjadi ari - ari janin). Hasil pembuahan yang
gagal tersebut lalu membentuk gelembung - gelembung menyerupai buah anggur.
Kehamilan Ektopik Terganggu adalah proses kehamilan
dimana ovum atau sel telur berimplantasi di luar rahim yaitu di tuba fallopi.
BAB II
KOMPLIKASI PADA TRIMESTER I DAN II
A. ANEMIA PADA IBU HAMIL
Pada saat
sedang hamil, seorang calon ibu sering mengalami anemia. Ketika ia mengalami
anemia, darah sang ibu tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat untuk membawa
oksigen ke jaringan.
Selama
kehamilan, tubuh memproduksi lebih banyak darah untuk menopang pertumbuhan
bayi. Jika tidak mendapatkan cukup zat besi atau zat gizi lain tertentu, tubuh
mungkin tidak mampu menghasilkan jumlah sel darah merah yang dibutuhkan untuk
membuat tambahan darah.
Adalah
normal bagi ibu hamil menderita anemia ringan dalam kehamilannya. Tapi beberapa
orang mungkin mengalami anemia yang lebih serius akibat dari rendahnya kadar
zat besi atau vitamin atau dari alasan lainnya.
Anemia dapat
membuat sang ibu merasa lelah dan lemah. Jika anemia terjadi secara signifikan
dan tidak diobati, ia dapat meningkatkan risiko komplikasi serius, seperti
kelahiran prematur.
Berikut akan
dipaparkan mengenai apa yang perlu kita ketahui tentang penyebab, gejala, dan
pengobatan anemia selama kehamilan:
1. Jenis Anemia
Selama Kehamilan
Beberapa jenis anemia dapat terjadi
selama kehamilan, diantaranya adalah:
a.
Anemia
defisiensi zat besi
Anemia jenis ini terjadi
ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk menghasilkan hemoglobin dalam
jumlah yang cukup. Hemoglobin merupakan salahsatu protein dalam sel darah
merah, dan ia membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Dalam anemia defisiensi zat
besi, darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk seluruh jaringan
tubuh.
Kekurangan zat besi adalah
penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan.
b.
Anemia
defisiensi folat
Folat biasa juga disebut asam
folat, termasuk dalam kelompok vitamin B. Tubuh membutuhkan folat untuk
menghasilkan sel-sel baru, termasuk sel darah merah yang sehat.
Selama kehamilan, wanita
membutuhkan folat tambahan. Tapi kadang-kadang mereka tidak mendapatkan cukup
dari makanannya. Ketika itu terjadi, tubuh tidak dapat membuat sel-sel darah
merah yang normal yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.
Kekurangan folat bisa langsung
berkontribusi terhadap beberapa jenis cacat lahir.
c. Anemia defisiensi vitamin B12.
Tubuh membutuhkan vitamin B12
untuk membentuk sel darah merah yang sehat. Ketika seorang wanita hamil tidak mendapatkan
cukup vitamin B12 dari makanan, tubuhnya tidak dapat memproduksi cukup sel
darah merah yang sehat. Wanita yang tidak mengonsumsi daging, unggas, produk
susu, dan telur memiliki resiko lebih
besar terkena kekurangan vitamin B12, yang dapat berkontribusi untuk cacat
lahir.
Kehilangan darah selama dan
setelah melahirkan juga dapat menyebabkan anemia.
2. Faktor Resiko
Anemia pada Kehamilan
Semua wanita hamil beresiko untuk menderita anemia karena mereka memerlukan
lebih banyak asam folat dan zat besi dari biasanya. Tapi resiko akan lebih
tinggi dalam situasi berikut:
a.
Hamil dengan lebih dari satu anak
(kembar)
b.
Dua kehamilan berdekatan
c.
Muntah banyak karena morning
sickness
d.
Kehamilan remaja
e.
Tidak makan cukup makanan yang kaya
zat besi
f.
Mengalami masa berat sebelum hamil
(fisik dan psikis)
3. Gejala
Anemia Selama Kehamilan
Gejala yang paling umum dari
anemia selama kehamilan adalah:
a.
Kulit, bibir dan kuku pucat
b.
Merasa lelah atau lemah
c.
Pusing
d.
Sesak napas
e.
Detak jantung yang cepat
f.
Sulit berkonsentrasi
Pada tahap awal, anemia mungkin tidak memiliki
gejala yang jelas. Dan banyak diantara gejala yang dirasakan sering terjadi di
masa kehamilan. Jadi, pastikan ibu hamil untuk mendapatkan tes darah rutin
ketika melakukan pemeriksaan kehamilan, agar anemia dapat terdeteksi sedini
mungkin.
4. Resiko
Anemia pada Kehamilan
Anemia kekurangan zat besi
yang parah atau tidak diobati selama kehamilan dapat meningkatkan resiko:
a.
Bayi prematur atau berat lahir
rendah
b.
Transfusi darah (jika kehilangan
sejumlah besar darah selama persalinan)
c.
Depresi pasca melahirkan
Defisiensi folat yang tidak diobati dapat meningkatkan risiko:
a.
Bayi prematur atau berat lahir
rendah
b.
Bayi dengan cacat lahir yang serius
pada tulang belakang atau otak (neural tube defects)
Yang tidak
diobati kekurangan vitamin B12 juga dapat meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan cacat tabung saraf (neural
tube defects).
5. Pemeriksaan
untuk Anemia
Selama
pemeriksaan kehamilan yang pertama, sang ibu akan mendapatkan pemeriksaan darah
yang dapat membantu dokter atau bidan memeriksa apakah ia mengalami anemia atau
tidak. Pemeriksaan darah biasanya meliputi:
a.
Pemeriksaan Hemoglobin.
Pemeriksaan ini bertujuan mengukur
jumlah hemoglobin - protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang membawa
oksigen dari paru ke jaringan tubuh.
b.
Pemeriksaan Hematokrit
Pemeriksaan ini mengukur persentase
sel darah merah dalam sampel darah.
Jika ibu hamil memiliki kadar
hemoglobin atau hematokrit lebih rendah dari tingkat normal, ia mungkin
mengalami anemia kekurangan zat besi. Dokter juga mungkin akan memeriksa tes
darah lainnya untuk menentukan apakah ia mengalami anemia karena kekurangan zat
besi atau penyebab lain.
Bahkan jika seorang ibu hamil tidak menderita anemia pada awal kehamilan, dokter atau bidan kemungkinan besar akan tetap merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah pada trimester kedua atau ketiga untuk mendeteksi anemia di tahap kehamilan selanjutnya.
Bahkan jika seorang ibu hamil tidak menderita anemia pada awal kehamilan, dokter atau bidan kemungkinan besar akan tetap merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan darah pada trimester kedua atau ketiga untuk mendeteksi anemia di tahap kehamilan selanjutnya.
6. Pencegahan
Anemia pada Kehamilan
Untuk mencegah anemia selama
kehamilan, pastikan wanita hamil mendapatkan cukup zat besi. Makan makanan yang
seimbang dan tambahkan lebih banyak makanan yang tinggi zat
besi ke dalam makanan.
Targetkan setidaknya tiga porsi
sehari makanan kaya zat besi, seperti:
a.
Daging merah, unggas, dan ikan
b.
Sayuran berdaun hijau gelap (seperti
bayam, brokoli, dan kale)
c.
Sereal yang diperkaya zat besi dan
biji-bijian
d.
Kacang-kacangan, lentil, dan tahu
e.
Kacang-kacangan dan biji-bijian
f.
Telur
Makanan yang
tinggi vitamin C
dapat membantu tubuh menyerap lebih banyak zat besi. Makanan tersebut termasuk:
a.
Buah dan jus jeruk
b.
Stroberi
c.
Kiwi
d.
Tomat
e.
Paprika
Cobalah makan makanan tersebut
pada saat yang bersamaan ketika makan makanan kaya zat besi. Misalnya, sang ibu
bisa minum segelas jus jeruk dan mengonsumsi sereal yang diperkaya zat besi
untuk sarapan.
Selain itu, pilihlah makanan yang tinggi asam folat untuk membantu mencegah
defisiensi folat. Makanan kaya asam folat termasuk:
a.
Sayuran berdaun hijau
b.
Buah dan jus jeruk
c.
Roti diperkaya dan sereal
d.
Kacang kering
Ikuti petunjuk dokter atau bidan untuk mengonsumsi vitamin prenatal mana
yang mengandung jumlah yang cukup asam besi dan folat.
Vegetarian dan vegan harus berkonsultasi dengan dokter mereka tentang
apakah mereka harus mengambil suplemen vitamin B12 ketika mereka sedang hamil
dan menyusui.
7. Pengobatan
Anemia
Jika seorang ibu hamil mengalami anemia selama
kehamilannya, ia mungkin perlu untuk mulai mengonsumsi suplemen zat besi
dan/atau suplemen asam folat di samping vitamin prenatal lainnya. Dokter atau bidan mungkin
juga akan menyarankan untuk menambahkan lebih banyak makanan yang tinggi asam
folat dan zat besi dalam makanannya.
Selain itu,
sang ibu akan diminta untuk kembali melakukan pemeriksaan darah setelah jangka
waktu tertentu sehingga dokter atau bidan dapat memeriksa bahwa hemoglobin dan
kadar hematokrit membaik.
Untuk mengobati kekurangan vitamin B12, dokter
atau bidan mungkin menyarankan agar mengonsumsi suplemen vitamin B12.
Dokter mungkin juga menyarankan untuk menyertakan
makanan hewani lebih dalam makanan, seperti:
a.
Daging
b.
Telur
c.
Produk susu
B.
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
1.
Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang
berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena
keadaan umum pasien yang buruk akibat dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala
yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester I.
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi
dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang
lebih 10 minggu. Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah
terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80%
primigravida dan 40-60% multigravida.
Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat
0,3-2% diantaranya mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari
1000 kehamilan. Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai
pada usia kehamilan 9-10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu,
dan sembuh pada kebanyakan kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10%
dari kehamilan, gejala-gejala dapat berlanjut melampaui 20-22 minggu.1,2
Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald
(1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia,
menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor resiko
untuk terjadinya hiperemesis pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian,
dari 56 wanita yang kembali hamil, 27 diantaranya mengalami hiperemesis pada
kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan
ketiga.
2.
Etiologi Penyebab
Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di
Canada diketahui beberapa hal yang menjadi faktor resiko terjadinya hiperemesis
gravidarum diantaranya komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan
psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan diabetes pregestasional. Tidak ada
bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan
kelainan biokimia. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan
adalah sebagai berikut adalah mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon
khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan. Masuknya vili khorialis dalam
sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang
menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut. Alergi sebagai salah satu
respons dari jaringan ibu terhadap anak.
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri,
rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan
persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk
menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam menimbulkan
hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997),
hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar
hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum.
Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor
psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter
pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa
peneliti.
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian
atas membuang isinya bila terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang
berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks terintegrasi yang kompleks
terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah, mekanisme integratif
dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran cerna
dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat
muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada
sereberal, dari Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari
aparatus vestibular via serebelum. Beberapa signal perifer membypass trigger
zone mencapai pusat muntah melalui nukleus traktus solitarius. Pusat muntah
sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi retikularis dari medula
oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan pusat
vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial
V, VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke
diapragma, otot iga dan otot abdomen. Ketika pusat muntah sudah cukup
terangsang akan timbul efek:
a.
bernafas dalam
b.
terangkatnya tulang hioid dan laring
untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka
c.
tertutupnya glotis
d.
terangkatnya palatum mole untuk
menutup nares posterior.
Berikutnya timbul kontraksi yang kuat dari otot
abdomen yang dapat menimbulkan tekan intragastrik yang meninggi. Akhirnya sfingter
esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan pengeluaran isi lambung.
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat
ini masih kontroversial. Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam
aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan
yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan dehidrasi,
sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida
darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi
menyebabkan hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal
ini menyebabkan zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya
zat metabolik dan toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan
bertambahnya ekskresi lewat ginjal, meningkatkan frekuensi muntah yang lebih
banyak, merusak hati, sehigga memperberat keadaan penderita. Di samping
dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada
selaput lendir esofagus dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan akibat
perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan
dapat berhenti sendiri.
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya
interaksi antara faktor biologis, psikologi dan sosiokultural. Mual dan Muntah
pada Hiperemesis Gravidarum.
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya
keluhan hiperemesis gravidarum diantaranya :
1.
Perubahan hormonal
Wanita
dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic
Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat merangsang
reseptor Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan terjadinya
transient hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar TSH dan
pada 40-73% kasus terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini
tidak selalu diikuti dengan gejala klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar
tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi HCG maka akan diikuti oleh
peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan kadar TSH. Pada
beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara beratnya
keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid. Namun demikian teori
ini masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang
lain. Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya
mual dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya
korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita
hamil. Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah
dalam kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester pertama dan
menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan
keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita hamil. Namun
demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon estrogen dapat meningkatkan
pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar hormon progesteron
akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah. Pada
hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan
progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan
sekresi vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular.
Semua ini pada akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan
gangguan motilitas lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya
saluran gastrointestinal lebih sensitif terhadap perubahan saraf / humoral. Peningkatan
kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari pasien
dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid Oxidation (FAO) mitokondria
telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan gangguan hati terkait dengan
hiperemesis gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang
menjadi hiperemesis gravidarum yang terkait dengan gangguan hati dengan defek
FAO pada fetusnya sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam plasenta dan
generasi berikutnya dari spesies oksigen reaktif. Atau, mungkin, kelaparan
menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan beban asam lemak dalam sirkulasi
ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas mitokondria untuk
mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO heterozigot, juga dapat
menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak mengalami
defek FAO. Perubahan kadar lemak Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang
lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol total, dan fosfolipid pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak
muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan pada fungsi hepatik
pada wanita hamil.
2.
Infeksi
Helicobacter
pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat memperburuk mual
dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti yang bertentangan
dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di
Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum.
Namun, mual dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin disebabkan
oleh ulkus peptikum aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori
3.
Vestibular dan penciuman.
Sistem penciuman yang tajam kemungkinan
merupakan faktor yang ikut berperan terhadap mual dan muntah selama kehamilan.
Banyak ibu hamil melaporkan bau makanan yang dimasak, terutama daging, sebagai
pemicu untuk mual. Kesamaan antara hiperemesis gravidarum dengan motion
sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis dan dapat
menjelaskan beberapa kasus hiperemesis gravidarum.
4.
Perubahan psikologis.
Hipotesis
faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.
Teori psikoanalisis yang menerangkan
hiperemesis merupakan sebuah kelainan konversi atau somatisasi
b.
Ketidakmampuan ibu untuk merespon
stres kehidupan yang berlebihan.
c.
Meningkatnya penerimaan ibu terhadap
kondisi tertentu. Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya
kelainan psikiatri, termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau
somatization, atau depresi berat. Hal ini mungkin terjadi dibawah situasi stres
atau ambivalensi sekitar kehamilan. Tampaknya respon fisiologi dapat
berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah selama kehamilan.
Kemungkinan besar, perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan
kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita pada setiap negara dan
nilai-nilai budaya. Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa
disertai adanya kelainan psikiatri. Gejala dan Tanda Batasan seberapa banyak
terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum belum ada
kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai
mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah
dapat dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut
berat ringannya gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1.
Tingkat I. Muntah terus menerus yang
mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada,
berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar
100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah
mengering dan mata cekung.
2.
Tingkat II. Penderita tampak lebih
lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan nampak kotor,
nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat
badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan
konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma
yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.
3.
Tingkat III. Keadaan umum lebih
buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil
dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala
nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat
defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus
menunjukan adanya gangguan hati. Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang
a.
Anamnesis.
Dari
anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian
diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh
jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu
dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial
pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b.
Pemeriksaan Fisik
Pada
pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda
dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis,
gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG) (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu, jika
pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi
tiroid dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan
hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori.
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen,
kreatinin dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi
adanya kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.
C.
ABORTUS
1. Definisi
Keguguran diartikan sebagai keluarnya janin atau
persalinan prematur sebelum mampu untuk hidup. Resiko keguguran memiliki
persentase sebesar 15% - 40% dari ibu hamil, dan 60-75% keguguran terjadi
sebelum usia kehamilan 3 bulan. Namun jumlah kejadian atau resiko keguguran
akan menurun pada usia kehamilan di atas 3 bulan.
2. Penyebab Terjadinya Keguguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keguguran
adalah:
a.
Adanya kelainan
pada janin yang disebabkan kelainan kromosom, yang terjadi saat berlangsungnya
proses pembuahan. Akibatnya, embrio yang terbentuk cacat dan dikeluarkan tubuh.
b.
Adanya kelainan
pada ibu, seperti kelainan pada sisterm hormonal (bisa hormon prolaktin yang
terlalu tinggi atau progesteron yang terlalu rendah), sistem kekebalan tubuh,
infeksi menahun, dan penyakit berat yang diderita si ibu hamil.
c.
Adanya kelainan
pada rahim. Kelainan yang paling umum terjadi adalah adanya miom (tumor
jaringan otot) yang dapat mengganggu pertumbuhan embrio. kelainan lain yaitu
rahim terlalu lemah sehingga tidak mampu menahan berat janin yang sedang
berkembang. Kehamilan dalam rahim yang terlalu lemah biasanya hanya mampu
bertahan hingga akhir trimester pertama.
Penyebab lain adalah infeksi, seperti terkena virus TORCH, HIV,
Hepatitis dll.
Keguguran
juga dapat diakibatkan oleh gaya hidup. Wanita yang cenderung merokok,
mengkonsumsi minuman keras, obesitas atau berat badan kurang dapat memiliki
gangguan hormon yang berakibat gangguan kehamilan
3. Tanda-tanda abortus
a.
Kram
Kram biasa umumnya normal dialami wanita hamil. Tapi
meski begitu, tetap perlu berhati-hati jika kram disertai dengan napas berat.
Atau kram berat dan pendarahan, ibu
harus pergi ke dokter segera.
b.
Perdarahan
Meskipun banyak wanita mengalami bercak selama
kehamilan, namun perdarahan berat menunjukkan tanda-tanda keguguran. Situasi
ini juga membutuhkan perhatian medis segera.
c.
Nyeri
Rasa sakit yang tajam di perut adalah tanda keguguran
pada awal kehamilan. Rasa sakit bahkan bisa menyebar dan bisa dirasakan di
daerah punggung bawah atau panggul.
d.
Gumpalan darah
Ketika
bekuan darah melewati vagina pada masa awal kehamilan, itu adalah tanda
keguguran.
e.
Gerakan janin
Janin
biasanya mulai bergerak pada bulan keempat kehamilan. Jadi jika gerakannya
telah berhenti, dan tidak ada pengembangan lebih lanjut, bisa jadi itu tanda
keguguran.
Sekitar
10-15 persen keguguran terjadi pada trimester kedua dan ini mungkin karena
masalah anatomi rahim atau rahim melemah dan tidak
bisa menahan kehamilan.Selain perubahan hormonal, infeksi atau masalah
kesehatan dengan ibu, keguguran juga disebabkan oleh kebiasaan gaya hidup tidak
sehat seperti ibu merokok, malnutrisi, penggunaan narkoba, usia ibu dan
sebagainya.
4.
KEHAMILAN
EKTOPIK TERGANGGU
1. Defenisi
KET
Kehamilan
ektopik atau juga dikenal sebagai kehamilan di luar kandungan merupakan suatu kondisi kehamilan dimana sel telur yang sudah dibuahi
tidak mampu menempel atau melekat pada rahim ibu, namun melekat ada tempat yang
lain atau berbeda yaitu di tempat yang dikenal dengan nama tuba falopi atau
saluran telur, di leher rahim, dalam rongga perut atau di indung telur. Atau
dengan kata lain, kehamilan ektopik merupakan suatu kondisi dimana sel telur
yang telah dibuahi mengalami implantasi pada tempat selain tempat seharusnya
yaitu uterus. Jika sel telur yang telah dibuahi menempel pada saluran telur,
hal ini akan menyebabkan bengkaknya atau pecahnya sel telur akibat pertumbuhan
embrio.
Kehamilan
ektopik menimpa sekitar 1% dari seluruh kehamilan dan hal ini merupakan suatu
kondisi darurat dimana dibutuhkan pertolongan secepatnya. Karena jika dibiarkan
kondisi ini sangat berbahaya dan mampu mengancam nyawa ibu, hal ini disebabkan
oleh perdarahan dalam rongga abdomen, dan bukan terjadinya perdarahan keluar.
Dalam kasus kehamilan ektopik, janin memiliki kemungkinan yang sangat kecil
untuk dapat bertahan hidup. Namun di sejumlah kondisi kecil, contoh pada
kehamilan abdominal, kehamilan dan janin bisa
bertahan hingga masa persalinan dan jika persalinan dilakukan
dengan cara caesar, maka ada harapan serta kemungkinan bayi untuk dapat
bertahan hidup.
2. Penyebab
Kehamilan Ektopik
Kehamilan
ektopik biasanya disebabkan oleh berbagai hal, dan yang paling sering adalah
disebabkan adanya infeksi pada saluran falopi (tuba falopi - fallopian
tube). Kehamilan ektopik besar kemungkinan terjadi pada kondisi :
a.
Ibu pernah mengalami kehamilan
ektopik sebelumnya (terdapat riwayat kehamilan ektopik)
b.
Ibu pernah mengalami operasi
pembedahan pada daerah sekitar tuba falopi
c.
Ibu pernah mengalami
Diethylstiboestrol (DES) selama masa kehamilan
d.
Kondisi tuba fallopi yang mengalami
kelainan kongenital
e.
Memiliki riwayat Penyakit Menular
Seksual (PMS) seperti gonorrhea, klamidia dan PID (pelvic inflamamtory disease)
3.
Gejala Kehamilan
Ektopik
Pada saat
usia kehamilan mencapai usia 6-10 minggu, biasa ibu hamil yang mengalami
kehamilan ektopik akan mengalami gejala:
a.
Ibu hamil mengalami rasa sakit pada
daerah panggul salah satu sisinya dan biasanya terjadi dengan tiba-tiba
b.
Mengalami kondisi perdarahan vagina
di luar jadwal menstruasi atau menstruasi yang tidak biasa
c.
Mengalami rasa nyeri yang sangat
pada daerah perut bagian bawah
d.
Ibu hamil mengalami pingsan
4. Gejala
tahap lanjut pada kehamilan ektopik
a. Rasa sakit
perut yang muncul akan terjadi semakin sering
b.
Gejala lainnya adalah kulit ibu
hamil terlihat lebih pucat
c.
Adanya tekanan darah rendah
(hipotensi)
d.
Terjadinya denyut nadi yang
meningkat
5. Diagnosa
Kehamilan
ektopik biasanya sangat sulit di diagnosa oleh dokter karena gejala dan tanda kehamilan ektopik
juga biasanya terjadi pada kehamilan normal. Ada beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk mendeteksi terjadinya kehamilan ektopik, yaitu dengan cara:
a. Menggunakan
USG (ultrasonography). Melalui USG dokter dapat mendeteksi kehamilan ektopik
karena tuba falopi terdeteksi mengalami kerusakan dan terjadinya perdarahan
atau terdeteksi di luar uterus terdapat embrio
b.
Melalui pengukuran terhadap kadar
HCG (Human Chrionic Gonadotopin atau hormon kehamilan). Ibu hamil yang
mengalami ektopik biasanya kadar HCG-nya tidak mengalami peningkatan.
c.
Dilakukannya pembedahan dengan
sayatan kecil di bagian bawah perut (laparoskopi)
6. Pengobatan
Dokter akan
selalu membatalkan kondisi kehamilan ektopik dengan cara pemberian obat-obatan
untuk menahan perkembangan embrio. Efek jangka panjang akan dapat terhindarkan
jika kehamilan ektopik dapat terdekteksi sejak dini. Hal ini dapat ditangani
dengan pemberian obat suntik agar dapat diserap oleh tubuh ibu hamil, dapat
menyebabkan kondisi tuba falopi masih dalam keadaan utuh. Jika kondisi serius
seperti jika tuba falopi telah mengembang, maka dokter akan melakukan operasi.
5.
MOLAHIDATIDOSA
Pada kasus Hamil Anggur atau secara medis disebut Molahidatidosa
proses kehamilan mengalami hal yang berbeda dengan kehamilan normal. Dimana
hasil pembuahan sel sperma dan sel telur gagal terbentuk dan
berubah menjadi gelembung - gelembung yang berbentuk bergerombol
menyerupai buah anggur.
Seiring kemajuan tekhnologi untuk pemeriksaan kehamilan melalui alat -
alat modern seperti USG kandungan, pada masa sekarang ini terutama di kota
besar kejadian Hamil anggur mulai jarang ditemukan. Dengan alat USG dokter
dapat segera mengetahui adanya gangguan pertumbuhan janin. Sebagai contoh
pada kehamilan dengan Bligted Ovum ( Kantung kehamilan yang kosong tak berisi
janin ). Meskipun demikian masih juga kita temukan beberapa kasus hamil anggur,
seringkali kiriman dari daerah akibat keterlambatan diagnosa dan kurangnya
pengetahuan masyarakat mengenai tanda dan gejala hamil anggur tersebut.
1.
Definisi
Hamil anggur atau Mola hidatidosa adalah suatu bentuk tumor jinak dari
sel - sel trofoblas ( yaitu bagian dari tepi sel telur yang kelak
terbentuk menjadi ari - ari janin ) Hasil pembuahan yang gagal tersebut lalu
membentuk gelembung - gelembung menyerupai buah anggur. Pertumbuhan
gelembung semakin hari semakin banyak bahkan bisa berkembang secara cepat.
Hal ini yang membuat perut seorang ibu hamil dengan Molahidatidosa tampak cepat
besar .
Pemeriksaan USG kandungan akan terlihat keadaan kehamilan yang kosong
tanpa ada janin dan tampak gambaran seperti badai salju dalam bahasa medis di
sebut ” Snow storm”. Hamil anggur atau Molahidatidosa hanya dapat dialami oleh
wanita yang pernah melakukan hubungan suami istri. Jadi tidak benar bahwa hamil
anggur bisa terjadi begitu saja tanpa ada pertemuan sel sperma dan sel telur
melalui hubungan seksual.
2.
Penyebab
Hingga sekarang faktor penyebab langsung kejadian hamil anggur ini
masih belum diketahui secara pasti. Seringkali ditemukan pada masyarakat dengan
kondisi sosial ekononi yang rendah , kurang gizi, ibu yang sering hamil dan
gangguan peredaran darah dalam rahim.
3.
Tanda atau Gejala
Pada umumnya tanda kehamilan test urine positif hamil. Ibu
mengeluh ada bercak perdarahan berulang - ulang bahkan bisa menagkibatkan
penurunan kadar sel darah merah ibu ( anemia ), tanda dan gejala yang molahidatidosa ini
adalah:
a.
Ibu hamil dengan
Molahidatidosa juga mengeluh mual muntah yang berlebihan bahkan hingga pada
kondisi keracunan kehamilan ( toksemia gravidarum ). Mual dan muntah ini akibat
tingginya kadar hormon HCG ( Hormon Chorionik Gonadotropin) dalam tubuh ibu.
b.
Perut ibu semakin membesar tetapi
ibu tidak merasakan gerakan - gerakan janin dalam kandungannya.
c.
Besarnya perut ibu hamil melebihi
besar perut ukuran usia hamil yang seharusnya.
d.
Pada keadaan lanjut gelembung
hamil anggur ikut keluar bersamaan dengan keluarnya darah dari dalam
rahim
Namun demikian memperhatikan gejala gejala diatas tidaklah cukup.
Karena pada keadaan kehamilan dengan kondisi kehamilan kembar,
Keguguran , dan adanya penyakit keganasan pada ari ari juga menunjukkan
salah satu atau sebagian dari tanda tersebut diatas. Bila ibu hamil menemukan
atau mengalami salah satu tanda tersebut diatas jangan langsung cemas.
Periksakan dulu pada dokter dan bidan. Belum tentu hamil anggur.
4.
Pengobatan
Molahidatidosa
Dari berbagai literatur disebutkan bila pemantauan sulit dari jangkauan
tenaga kesehatan beberapa ibu hamil dengan kasus kehamilan Molahidatidosa ini
ada yang mendapat terapi pengobatan juga dengan pil setelah
kuretase. Namun demikian pada ibu hamil dengan keadaan Molahidatidosa harus
berupaya teratur kontrol agar tidak berkembang menjadi penyakit kanker
atau sel sel jinak berubah ganas. Beberapa efek samping yang dapat timbul
pada pemberian obat minum Metotreksat profilaksis adalah sariawan,
mual, muntah, diare , kulit kemerahan juga kerontokan rambut, kadar Hb menurun
dsb. Oleh karena itu paling penting kontrol secara teratur.
Tindakan kuretase menjadi pilihan untuk membersihkan rahim dari
gelembung - gelembung hamil anggur. Kuretase dilakukan dapat berulang
beberapa kali tergantung kondisi kehamilan Molahidatidosa. Dokter akan
memeriksa kadar hormon HCG dalam tubuh ibu dan memastikan bahwa sudah sungguh -
sungguh bersih. Pada keadaan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan ibu dapat
pula dilakukan tindakan pengangkatan rahim, namun keputusan ini juga
mempertimbangkan faktor umur ibu dan jumlah anak yang sudah dimiliki. Tindakan
terakhir ini sangat jarang dilakukan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pada saat sedang hamil, seorang calon ibu sering mengalami anemia.
Ketika ia mengalami anemia, darah sang ibu tidak memiliki cukup sel darah merah
yang sehat untuk membawa oksigen ke jaringan.Anemia dapat membuat sang ibu
merasa lelah dan lemah. Jika anemia terjadi secara signifikan dan tidak
diobati, ia dapat meningkatkan risiko komplikasi serius, seperti kelahiran
prematur.
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi
dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya
terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama
kurang lebih 10 minggu. Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan
muntah terjadi pada 50-90% dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80%
primigravida dan 40-60% multigravida.
Resiko keguguran
memiliki persentase sebesar 15% - 40% dari ibu hamil, dan 60
75% keguguran terjadi sebelum usia kehamilan 3 bulan.
Namun jumlah kejadian atau resiko keguguran akan menurun pada usia kehamilan di
atas 3 bulan.
Kehamilan ektopik menimpa sekitar 1% dari seluruh
kehamilan dan hal ini merupakan suatu kondisi darurat dimana dibutuhkan
pertolongan secepatnya. Karena jika dibiarkan kondisi ini sangat berbahaya dan
mampu mengancam nyawa ibu, hal ini disebabkan oleh perdarahan dalam rongga
abdomen, dan bukan terjadinya perdarahan keluar.
Pada kasus Hamil Anggur atau secara
medis disebut Molahidatidosa proses kehamilan mengalami hal yang berbeda
dengan kehamilan normal. Dimana hasil pembuahan sel sperma dan sel telur
gagal terbentuk dan berubah menjadi gelembung - gelembung yang
berbentuk bergerombol menyerupai buah anggur.
B.
SARAN
Penyusun
berharap sebagai tenaga kesehatan lebih memahami tentang masalah yang terdapat
selama kehamilan trimester I dan II serta dapat menangani kasus tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar