BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca
persalinan adalah salah satu penyebab kematian ibu melahirkan. Tiga faktor
utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah perdarahan post partum atau
perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan
infeksi. Perdarahan menempati prosentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%).
Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60 %.
Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun selanjutnya akan mengalami kekurangan darah yang berat
(anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
Efek perdarahan pada ibu hamil tergantung pada volume
darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan
kadar hb sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia
(46%) serta fasilitas transfuse darah yang masih terbatas menyebabkan PPP akan
mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi.
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan
kenaikan tekanan darah sebagi respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan
pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah perdarahan.
Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat peka terhadap PPP, karena
sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravaskuler dan ada penumpukan cairan
ekstra vaskuler, sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi
hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda
syok.
PPP akan dapat menyebabkan kematian ibu 45 % terjadi
pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setalah bayi
lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi lahir.
B. TUJUAN
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang perdarahan postpartum
C. MANFAAT
1. Untuk menambah wawasan bagi penulis
dan mahasiswa akademi lainnya, khususnya dalam masalah perdarahan postpartum.
2. Masukan pada pihak-pihak terkait
dalam bidang obstetri dan ginekologi terutama bidan tentang perdarahan
postpartum.
BAB
II
TINJAUAN MASALAH
A. PENGERTIAN
PERDARAHAN POST PARTUM
Perdarahan
post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena
tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh
karena itu bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan
untuk melakukan pengobatan sebagai perdarahan postpartum.
B. KLASIFIKASI
Perdarahan postpartum dibagi menjadi
perdarahan postpartum primer dan sekunder :
1. Perdarahan postpartum primer (Early
Post Partum Haemorarage) terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab utamanya
Perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta dan robekan
jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan postpartum sekunder (Late
Post Partum Haemorrage) terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta
atau membran. (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB, hal. 295)
C. PENGELOLAAN UMUM
1. Selalu siapkan
tindakan gawat darurat
- Tata laksana persalinan kala III secara aktif
- Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
- Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu
- Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
- Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
- Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab perdarahan
D. PENANGANAN BERDASARKAN PENYEBAB
Penanganan pada kejadian Perdarahan
Post Partum Primer :
1. Atonia Uteri
a. Pengertian
Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya
tonus atau kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir.
b. Etiologi
1) Uterus
yang teregang berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB > 4000
gram) dan polihidramnion.
2)
Kehamilan lewat waktu
3) Partus
lama
4) Grande
multipara
5) Ibu
dengan keadaan umum jelek, anemis, atu menderita penyakit menahun
6) Mioma uteri yang mengganggu
kontraksi rahim
7) Perdarahan
antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta)
8) Ada
riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
9) Obesitas
10) Umur
> 35 tahun
c. Pencegahan
1) Melakukan secara rutin manajemen
aktif kala III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan
insiden perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri.
2) Pemberian misoprostol peroral 2-3
tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir.
d. Penanganan
Tergantung
pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi dalam:
Tahap I : Perdarahan yang tidak begitu
banyak dapat diatasi dengan pemberian uterotonika, massa dan memasang gurita.
Tahap II : bila perdarahan belumterhenti
dan bertambah banyak, selanjutnya berika infuse dan transfuse darah dan dapat
diberikan :
Ø Manuver zongoweister
Ø Manuver fritch
Ø Kompresi Bimanual
Ø Kompresi Aorta
Ø Tamponade utero vaginal
Tahap III : bila semua usaha diatas tidak menolong juga
maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh
dengan 2 (dua) cara yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika/histerektomi.
Teknik
KBI
1. Pakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan (dengan cara menyatukan
kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
2. Periksa vagina & serviks. Jika
ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri mungkin uterus tidak
dapat berkontraksi secara penuh.
3. Letakkan kepalan tangan pada fornik
anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada
abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan
dalam.
Gambar
1. Kompresi bimanual internal
4. Tekan uterus dengan kedua tangan
secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk
berkontraksi.
5. Evaluasi keberhasilan:
a. Jika uterus berkontraksi dan
perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan
keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama
kala empat.
b. Jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah
terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si penjahitan jika
ditemukan laserasi.
c. Jika kontraksi uterus tidak terjadi
dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian teruskan dengan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.
Alasan: Atonia uteri seringkali bisa
diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain.
6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan
berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi) Alasan : Ergometrin yang
diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
7. Menggunakan jarum berdiameter besar
(ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang
mengandung 20 unit oksitosin. Alasan: Jarum dengan diameter besar,
memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung
digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan
cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer Laktat akan membantu mengganti
volume cairan yang hiking selama perdarahan.
- Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi
- Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah.
- Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
a. Infus 500 ml yang pertama
dan habiskan dalam waktu 10 menit.
b. Kemudian berikan 500 ml/jam
hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
c. Jika cairan IV tidak
cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan lambat dan
berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan
Teknik
KBE
- Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
Garnbar
2. Kompresi bimanual eksternal
2. Letakkan tangan yang lain pada
dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin.
3. Lakukan gerakan saling merapatkan
kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh darah di dinding uterus dengan
cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut. (Pusdiknakes, Asuhan
Persalinan Normal)
2. Retensio Plasenta dan Plasenta
Manual
a. Pengertian
Retensio plasenta adalah keadaan
plasenta belum lahir dalam waktu ½ jam setelah kelahiran bayi.
Plasenta manual adalah prosedur
pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding uterus dan
mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual. Arti dari manual adalah dengan
melakukan tindakan imvasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
dimasukkan langsung ke dalam kavum uteri.
b. Penyebab
1) Belum lepas dari dinding rahim
karena melekat lebih dalam, dibagi menjadi:
a) Plasenta adhesive : melekat lebih dalam paada desidua
b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam
dan menembus desidua sampai ke miometrium
c) Plasenta akreta : menembus ke dalam miometrium
tetapi belum menembus serosa
d) Plasenta perkreta : menembus ke dalam miometrium tetapi
belum menembus serosa
e) Plasenta perkreta : menembus sampai serosa atau
peritoneum
2) Plasenta sudah lepas tapi belum
lahir karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau
karena danya lingkaran kontraksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan
penanganan kala II yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata)
c. Gejala
a)
Perdarahan pervaginam
b)
Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
c)
Uterus berkonstraksi dan keras
d. Penanganan
Apabila plasenta belum lahir ½ -1 jam setelah bayi
lahir, harus diusahakan untuk mengeluarkannya. Dapat dicoba dlu prasat crede,
namun sekarang tidak banyak dianjurkan karena memungkinkan terjadinya inversion
uteri. Salah satu cara lain untuk
membantu pengeluaran plasenta adalah cara brand.
Keluarkan
plasenta dengan tangan (manual plasenta), pasang infuse cairan dekstrosa 5 %,
ibu dalam posisi litotomi dengan narkosa dan segala sesuatunya harus dalam
keadaan steril. Tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri, tangan kanan di
masukkan dalam rongga rahim dengan menelusuri tali pusat sebagai penentu. Tapi
plasenta dilepas disisihkan dengan jari tangan bila sudah lepas ditarik keluar.
a) Retensio plasenta dengan perdarahan
·
Segera
lakukan manual plasenta
b) Retensio plasenta tanpa perdarahan
·
Pastikan
keadaan umum
·
Pasang
infuse
·
Beri
tranfus
·
Proteksi
dengan antibiotic
·
Mempersiapkan
plasenta manual dengan keadaan pengaruh nakrosa
c) Prosedur plasenta manual
·
Persiapan
Ø Pasang set dan cairan infus, berikan
garam fisiologik atau cairan ringer laktat 60 tetes/menit
Ø Jelaskan pada
ibu prosedur dan tujuan tindakan ( persetujuan tindakan medis)
Ø Laukan anestesi
verbal atau berikan sedativa dan analgetika
Ø Siapkan dan
jalankan prosedur pencegahan infeksi
·
Tindakan penetrasi ke dalam
kavum uteri
Ø Pastikan
kandung kemih dalam keaadaan kosong
Ø Jepit tali
pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan
sejajar lantai
Ø Secara
obstetrik, masukan tangan lainnya ( punggung tangan menghadap kebawah) kedalam
vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat
Ø Setelah
mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lalin untuk memegangkan
klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri
Ø Sambil menahan
fundus uteri, masukan tanga dalam hingga ke kavum uteri seingga mencapai tempat
implantasi plasenta
Ø Bentangkan
tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam ( ibu jari merapat ke jari
telunjuk dan jari jari lain saling merapat
·
Melepas plasenta dari dinding
uteru
Ø Tentukan
implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
Ø Bila plasenta
berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung
tangan menghadap kebawah ( posterior ibu )
Ø Bila korpus
depan maka pindahkan tangan kesebelah atas tal pusat dan sisipkan ujung jari
jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan
menghadap ke atas ( anterior ibu )
Ø Setelah
ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uteru maka perluas
pelepasan plaenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri sambl
digeserkan ke atas ( kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas
dari dindin uterus
Catatatan :
§ Bila tepi
plasenta tidak teraba atau plasenta berada pada dataran yang sama tinggi dengan
dinding uterus maka hentikan upaya plasenta manual karena hal itu menunjukan
plasenta inkreta (tertanam dalam miometrium
§ Apabila hanya
sebagian dari implantasi plasenta dapat dilepaskan dan bagian lainnya melekat
erat maka hentikannlah pula plasenta manual karena hal tersebut adalah plasenta
akreta. Untuk keadaan ini sebaiknya ibu diberi utero tonika tambahan (
misoprostol 600 mcg per rektal ) sebelu dirujuk ke fasilitas rujukan
·
Mengeluarkan Plasenta
Ø Sementara satu
tangan masih di dalam kavum uteri lakuakan eksplorasi untuk menilai tidak ada
sisa plasenta yang tertinggal
Ø Pindahkan
tangan luar dari fundus ke supra simfisis( tahan segmen bawah uteru) kemudian
instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat tangan dalam membawa
plasenta keluar ( hindari terjadinya percikan darah)
Ø Lakukan
penekanan ( dengan tanga yang menahan surpra simfisis) uterus ke arah dorso
kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam wadah yang telah
disediakan
·
Pencegahan infeksi
pascatindakan
Ø Dekontaminasi
sarung tangan ( sebelum dilepaskan 0 dan peralatan lain yang digunakan
Ø Lepaskan dan
rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama
10 menit
Ø Cuci tangan
dengan sabun dan air bersih mengalir
Ø Keringkan
tangan dengan handuk bersih dan kering
·
Pemantauaan pasca tindakan
Ø Periksa kembali
tanda vital ibu
Ø Catat kondisi
ibu dan buat laboran
Ø Tuliskan
rencana pengobatan, tindakan yang maíz diperlukan dan asuhan lanjutan
Ø Britahuakan
pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu maíz
memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan
Ø Lanjutan
pemantauan ibu ingá 2 jam pasca indagan sebelum pindah ke ruang rawat gabung
3. Perlukaan Jalan Lahir
a. Pengertian
Perdarahan
dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan terdiri dari:
a) Robekan Perineum
Robekan
pada perineum umumnya terjadi pada persalinan di mana :
· Kepala janin terlalu cepat lahir
· Persalinan tidak dipimpin
sebagaimana mestinya
· Sebelumnya pada perineum terdapat
banyak jaringan parut
· Pada persalinan dengan distosia bahu
Robekan jalan lahir dibagi atas 4
tingkat
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perineum
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot
perineum transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : Robekan
mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : Robekan
sampai mukosa rektum
Penanganan
Perbaikan robekan tingkat I dan II
Umumnya robekan tingkat I dapat
sembuh sendiri tidak perlu di jahit
Ø
Jika
robekan panjang dan dalam, periksa apakah robekan itu tingkat III dan IV:
·
Masukkan
jari tangan dengan memakai handscun ke dalam anus
·
Identifikasi
spingter
·
Rasakan
tonus dari spingter
Ø
Ganti
sarung tangan
Ø
Jika
spingter kena, lihat reparasi robekan tingkat III dan IV
Ø
Jika
spingter utuh lanjutkan reparasi
Ø
Antisepsis
di daerah robekan
Masukkan jarum
pada ujung atau pojok laserasi atau luka dan dorong masuk sepanjang luka
mengikuti garis tempat jarum jahitnya akaan masuk atau keluar. Suntikan
sekkkitar 10 ml lignokain 0,5% dibawah mukosa vagina, dibawah kulit perineum
dan pada otot–otot perineum. Jahit mucosa vagina secara jelujur dengan catgut
2-0 (mulai dari sekitar 2cm diatas
puncak luka di dalam vagina sampai pada batas vagina), lanjutkan jahitan pada
daerah otot perineum sampai ujung luka perineum sejajar, jelujur dengan benang
catgut kromik 2-0. Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya, penting
sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga diantaranya. Jahitan
kulit, carilah lapisan subkutikuler persis di bawah lapisan kulit, lalu dijahit
kearah bats vagina akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.
b) Robekan serviks
Ø Pengertian
Robekan
serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus
partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi
persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum
keadaan jalan lahir termasuk serviks
Ø Komplikasi
Komplikasi yang segera terjadi adalah perdarahan.
Kadang-kadang perdarahan ini sangat banyak sehingga dapat menimbulkan syok
bahkan kematian. Pada keadaan dimana robekan serviks ini tidak ditangani dengan
baik, dalam jangka panjang dapat terjadi inkompetensi servik ataupun
infertilitas sekunder.
Ø Teknik menjahit
robekan serviks
·
Pertama – tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan
dijepit dengan klem, sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti.
·
Kemudian serviks ditarik sedikit, sehingga lebih jelas
kelihatan dari luar.
·
Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum
dijepit, pinggir tesebut diratakan dengan cara menggunting pinggir yang
bergerigi tersebut.
·
Setelah itu robekan dijahit dengan catgut khromik nomor
00 atau 000. Jahitan dimulai dari ujung robekan dengan cara jahitan
terputus-putus atau jahitan angka 8 (figure of eight suture).
·
Pada robekan yang dalam jahitan harus dilakukan lapis
demi lapis, ini dilakukan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di
bawah jahitan.
c) Ruptura uteri
Ø Pengertian
Rupture
uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang
umumnya dapat terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah
uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila
robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal itu
dinamakan kolpaporeksis.
Ø Etiologi
·
Multiparitas / grandemultipara
·
Pemakaian oksitosin untuk induksi / stimulasi persalinan
yang tidak tepat
·
Kelainan letak dan implantasi plasenta. : pada plasenta
akreta, plasenta inkreta atau plasenta perkreta.
·
Kelainan bentuk uterus : uterus bikornis
·
Hidramnion
Ø Gejala
·
Biasanya didahului dengan ruptur uteri membakat yaitu his
yang kuat dan terus dan menerus, rasa nyeri yang hebat diperut bagian bawah, nyeri
tekan, gelisah seperti ketakutan dan nadi dan pernapasan cepat, cincin van
Bandl meninggi.
·
Setelah terjadi ruptur dijumpai gejala-gejala : syok,
perdarahan(bisa keluar melalui vagina ataupun kerongga perut), pucat, nadi
cepat dan halus, pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada
palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung dibawah dinding perut,
nyeri tekan, dan diperut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi.
·
Jika kehjadian ruptur uteri telah lama terjadi, akan
timbul gejala-gejala meteorismus dan defence muskulare sehingga sulit untuk
meraba bagian janin.
Ø Penanganan
Pertolongan yang tepat untuk ruptur uteri adalah
laparatomi, sebelumnya penderita diberi tranfusi darah atau sekurang-kurangnya
infus caiaran garam fisiologik/Ringer Laktat untuk mencegah terjadinya syok
hipofolemik. Umumnya histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam
kavum abdomen dikeluarkan.
Penanganan pada
kejadian Post Partum Sekunder :
1. Rest Plasenta (Sisa Plasenta)
Ø Pengertian
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan
postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga
rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan
postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan
yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan
akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali
apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta
lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat
keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta
ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik
yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta
yang tertinggal dalam rongga rahim.
Ø Tanda &
gejala
·
Perdarahan yang berkelanjutan yang menyimpan
dari patrun pengeluaran lokhia normal
·
Dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak disertai
syok.
·
Plasenta
atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
·
Perdarahan
segera
Ø Penanganan
·
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan
dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta
dapat dikeluarkan secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan
hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada
abortus.
·
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
·
Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya
diberikan.
Perdarahan karena sisa plasenta
·
Lakukan kuretase untuk menghilangkan sumber
perdarahannya.
Persiapan
·
Pasang infuse & transfusi darah
·
Lakukan pemeriksaan laboratorium
·
Profilaksis dengan memberikan antibiotik dan
antipiretiks
Penanganan
Lanjutan dari Perdarahan Post Partum Sekunder
1. Jika terjadi anemia berat ( HB < 8
g/dl atau hematokrit < 20% ), siapkan tranfusi dan berikan tablet besi
oral ( sulfas ferosus 600mg atau ferous fumarat 120mg) dan asam folat 400
mcg per oral sekali sehari selam 6 bulan
2. Jika terdapat tanda tanda infeksi ( demam
sekret vagina yang berbau) berikan antibiotika untuk metritis sampai ibu bebas
demam selama 48 jam
3. Berikan
oksitosin 10 IU IM
4. Jika serviks masih berdilatasi, lakukan
eksplorasi manual untuk mengeluarkan bekuan bekuan besar dan sisa
plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan teknik serua dengan teknik
yang digunakan untuk mengekuarkan plasenta yang tidak keluar
5. Jika serviks tidak berdilatasi, evakuasi
uterus untuk mengeluarkan sisa plasenta dengan aspirasi vakum manual
6. Pada kasus yang
lebih jarang, jika perdarahan terus
berlanjut, pikirkan kemungkinan ligasi arteri uterina atau utero ovarika
atau histerektomi.
7. Lakukan
pemeriksaaan histologi dri jaringan hasil kuret atau histerektomi, jika
memungkinkan, untuk menyingkirkan penyakit trofoblas ganas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi perdarahan postpartum primer dan
perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dapat disebabkan oleh atonia
uteri, laserasi jalan lahir, retensio plasenta, hematoma dan kelainan pembekuan
darah. Karena etiologi dari perdarahan postpartum berbeda-beda. Oleh sebab itu,
penanganannya juga berbeda-beda. Namun dalam hal ini, sangat perlu diperhatikan
manajemen aktif kala II dan III dengan
baik. Selain itu, tindakan deteksi dini dan sangat berarti dalam pencegahan
terjadinya perdarahan postpartum demi menekan tingginya Angka Kematian Ibu
(AKI) akibat perdarahan postpartum.
B.
SARAN
Mahasiswa
diharapkan dapat mengenali perdarahan postpartum sehingga dapat melakukan
tindakan deteksi, pencegahan serta penanganan terhadap perdarahan postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Komplikasi
dan penyakit dalam masa nifas serta penangannya http://dewdewdheewidheewi.blogspot.com/
3.
ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN NORMAL
DAN PATOLOGI 2013, DJUHADIAH SAADONG, M.Kes
4.
ILMU KEBIDANAN EDISI IV 2012,
SARWONO PRAWIROHARDJO